Review Film A Working Man adalah tontonan yang hadir tanpa kejutan bagi para penggemar Jason Statham. Film action-thriller yang mempertemukan kembali Statham dengan sutradara David Ayer setelah kesuksesan The Beekeeper (2024) ini, pada dasarnya menyajikan kembali formula kesukaan sang aktor: pria tenang dengan masa lalu kelam dipaksa kembali beraksi brutal. Meskipun aksi dan karisma Statham tidak pernah mengecewakan, naskah yang terasa generik dan arah visual yang terkadang berantakan membuat film ini terasa seperti sekuel tidak resmi dari semua film Statham lainnya.
Film ini berkisah tentang Levon Cade (Jason Statham), mantan Royal Marine Commandos yang legendaris di dunia operasi rahasia. Levon kini mencoba menjalani kehidupan yang lebih tenang sebagai mandor konstruksi di Chicago demi memperjuangkan hak asuh putrinya. Namun, kedamaiannya terusik ketika Jenny (Arianna Rivas), putri dari bosnya yang baik hati, Joe Garcia (Michael Peña), diculik oleh sindikat perdagangan manusia yang terkait dengan Mafia Rusia. Merasa memiliki utang budi dan terdorong oleh naluri kebapakan, Levon terpaksa kembali ke “pekerjaan” lamanya. Ia melancarkan misi penyelamatan tunggal yang mengungkap jaringan korupsi jauh lebih besar dari yang dibayangkan.
Jason Statham: Action Man yang Selalu Andal
Tidak dapat dimungkiri bahwa daya tarik utama dari Review Film A Working Man adalah kehadiran Jason Statham sendiri. Statham adalah salah satu dari sedikit aktor action yang mampu memainkan karakter serupa di setiap filmnya, tetapi entah bagaimana selalu berhasil menghibur penonton.
Levon Cade adalah arketipe klasik Statham: seorang yang pendiam, sangat mahir dalam pertarungan jarak dekat, dan memiliki moralitas yang jelas (yaitu, jangan pernah menyentuh orang yang tidak bersalah). Setiap adegan perkelahian yang melibatkan Statham selalu dieksekusi dengan keyakinan penuh. Ia menggunakan apa pun yang ada di sekitarnya—mulai dari palu godam di lokasi konstruksi hingga senjata yang disuplai oleh sahabat lamanya yang buta, Gunny Lefferty (David Harbour)—untuk melumpuhkan lawan-lawannya.
Namun, di sinilah letak masalah subtilnya. Meskipun adegan aksinya ganas, beberapa kritikus mencatat bahwa arahan David Ayer dan penyuntingan oleh Fred Raskin terasa terlalu terburu-buru dan kacau. Banyak perkelahian jarak dekat difilmkan dengan close-up yang berlebihan dan potongan yang cepat (shaky cam), yang sayangnya mengurangi visibilitas koreografi pertarungan Statham yang seharusnya memukau.
Lelucon Blue Collar dan Naskah yang Tipis
A Working Man mencoba menanamkan dirinya dalam estetika kelas pekerja (blue-collar). Levon bekerja di lokasi konstruksi, bersahabat dengan keluarga Garcia yang jujur dan pekerja keras, dan melawan penjahat yang seringkali digambarkan sebagai elit kaya atau sindikat Rusia yang over-the-top. Upaya working-class ini mungkin datang dari Sylvester Stallone, yang ikut menulis skenario bersama Ayer.
Sayangnya, meski premisnya kuat—mantan agen kembali untuk membalas dendam—cerita di babak kedua mulai terasa bertele-tele dan kurang fokus. Plotnya menjadi terlalu rumit dengan masuknya berbagai faksi mafia Rusia dan bos motor dengan penampilan yang konyol. Karakter-karakter antagonis ini, meskipun diperankan dengan gaya yang unik (seperti David Harbour sebagai ahli senjata buta yang campy atau bos gang motor yang duduk di takhta dari pipa knalpot), terasa seperti sekadar level boss yang harus dilewati Levon sebelum mencapai klimaks yang tidak terlalu menantang.
Michael Peña, sebagai Joe Garcia, berhasil membawa emosi yang nyata sebagai ayah yang putrinya diculik. Interaksinya dengan Levon di awal film adalah salah satu elemen paling solid, memberikan motivasi emosional yang kuat bagi Levon. Ini adalah kunci penting dalam Review Film A Working Man. Namun, seiring berjalannya cerita, peran para aktor pendukung yang kuat ini tenggelam dalam rentetan aksi tembak-menembak dan perburuan.
Kesimpulan: Tontonan yang Menghibur, Bukan yang Terbaik
Secara keseluruhan, Review Film A Working Man adalah film yang berhasil memenuhi ekspektasi minimal dari sebuah film Jason Statham: ada aksi, ada baku hantam, dan ada Statham yang meninju orang jahat dengan wajah datar. Film ini dapat menjadi tontonan yang memuaskan bagi penonton yang hanya mencari hiburan action tanpa perlu memikirkan plot yang mendalam atau perkembangan karakter yang orisinal.
Namun, bagi mereka yang berharap film ini akan mencapai ketinggian yang sama dengan karya terbaik Statham atau bahkan menyamai kesuksesan The Beekeeper yang lebih segar, mereka mungkin akan merasa bahwa film ini terasa seperti “pekerjaan” yang hanya dilakukan separuh hati. David Ayer dan Jason Statham mengandalkan terlalu banyak formula lama, yang pada akhirnya menghasilkan film action yang lumayan, tetapi tidak terlalu berkesan.
Film ini paling cocok ditonton di layanan streaming di rumah, di mana Anda dapat menikmati keandalan Statham dalam melumpuhkan musuh tanpa harus membayar tiket bioskop yang mahal.
Baca juga:
- The Heart Knows: Kisah Cinta dan Takdir yang Menggetarkan di Netflix
- How to Train Your Dragon 2025: Mampukah Adaptasi Live-Action Ini Terbang Tinggi?
- Lilo & Stitch 2025: Disney Hidupkan Kembali Kisah Klasik dalam Live-Action
Informasi ini dipersembahkan oleh RajaBotak

