Mile 22: Hollywood Gagal Maksimalkan Iko Uwais
Film Mile 22 menjadi salah satu proyek Hollywood yang paling ditunggu oleh penggemar aksi, terutama di Indonesia. Pasalnya, film ini menghadirkan Iko Uwais sebagai salah satu pemeran utama yang sebelumnya sukses mendunia lewat The Raid dan Headshot. Namun sayangnya, meski Iko tampil luar biasa, eksekusi film secara keseluruhan belum mampu mengangkat potensi besar sang aktor.
Aksi Kelas Dunia Iko Uwais yang Sayangnya Tidak Didukung Cerita Kuat
Sejak awal penayangan, Mile 22 seolah menjanjikan ketegangan tinggi. Film dibuka dengan aksi penyergapan yang dipimpin James Silva (Mark Wahlberg), seorang agen rahasia Amerika. Misi mereka untuk mendapatkan bubuk cesium dari kelompok Rusia berakhir kacau dan memicu konflik besar yang menjadi dasar cerita.
Di tengah kekacauan itu, karakter Li Noor yang diperankan Iko Uwais muncul sebagai sosok misterius yang menawarkan informasi penting mengenai cesium. Interaksi Li Noor dengan agen Amerika menambahkan nuansa unik, terutama ketika bahasa Indonesia digunakan dalam beberapa percakapan. Hal ini tentu menjadi momen membanggakan bagi penonton tanah air.
Iko Uwais Beraksi Brutal dan Memukau
Sebagai aktor bela diri, Iko Uwais kembali menunjukkan kelasnya. Aksi tangan kosong, penggunaan benda tajam, hingga pertarungan jarak dekat di film ini dieksekusi sangat intens dan khas gaya Iko. Penonton akan teringat pada adegan-adegan brutal ala The Raid yang langsung membuat adrenalin terpacu.
Sayangnya, meski kemampuan Iko ditampilkan maksimal, film secara keseluruhan tidak mampu mengimbangi kualitas aksinya. Performanya justru lebih mencuri perhatian daripada tokoh utama yang diperankan Mark Wahlberg.
Baca Juga : Iko Uwais, Yayan Ruhian, dan Cecep Arif Rahman: Cameo Kecil tapi Berkesan di STAR WARS By NagaEmpire
Masalah Utama: Plot Berantakan dan Eksekusi Teknis Lemah
Salah satu kelemahan terbesar Mile 22 adalah alur ceritanya yang tidak konsisten. Penyajian plot maju mundur, teka-teki yang panjang, dan kurangnya penjelasan membuat penonton lama-lama kehilangan fokus. Ketegangan yang seharusnya dibangun lewat aksi justru melemah karena ceritanya tidak menggigit.
Selain itu, kualitas visual dan audio yang kurang maksimal membuat film ini terasa kurang megah untuk standar aksi Hollywood. Padahal dengan materi cerita dan jajaran aktor yang ada, Mile 22 berpotensi menjadi film aksi kelas berat.
Ketidaksinkronan Setting dan Bahasa
Meskipun banyak percakapan bahasa Indonesia, film ini tidak memberikan gambaran jelas mengenai latar geografisnya. Beberapa karakter yang bukan berasal dari Indonesia juga digambarkan menggunakan bahasa Indonesia, menciptakan kebingungan tersendiri mengenai lokasi pertarungan dan konteks budaya.
Hal ini menjadi kekurangan yang cukup disayangkan karena setting adalah elemen penting dalam membangun atmosfer cerita. Permainan Seru Dengan NagaEmpire
Tetap Layak Ditonton untuk Menyaksikan Kehebatan Iko Uwais
Terlepas dari kekurangan plot dan teknis, Mile 22 tetap layak ditonton terutama bagi penggemar Iko Uwais. Film ini tetap menunjukkan kualitas Iko sebagai aktor aksi internasional yang tidak hanya mengandalkan koreografi, tetapi juga penjiwaan karakter yang kuat.
Ada kabar bahwa Mile 22 akan dibuat menjadi sebuah trilogi. Jika benar, penonton tentu berharap film berikutnya dapat memaksimalkan potensi besar Iko Uwais, baik dari sisi cerita maupun kualitas produksi.
